Senin, 03 Agustus 2020

Maju Kena Mundur Kena

Oleh: Gungde Ariwangsa SH 

Lima bulan telah berlalu. Pandemi virus corona (Covid-19) makin merajalela di Indonesia. Tamparan telak bagi kearoganan. Menguak  kekalapan  berujung kegagalan. Tuntutan keras bagi keseriusan menyelamatkan nyawa rakyat. Tidak cukup  dengan marah-marah untuk hanya menghasilkan ganti istilah dan ganti nama.   

Kurun waktu lima bulan dihitung sejak 2 Maret 2020 sampai 2 Agutus 2020. Tanggal 2 Maret lalu menjadi tanda awal menyerahnya pemerintah terhadap Covid-19 yang sudah menebar, menuntut korban dan melumpuhkan ratusan negara di dunia. Bendera putih pemerintah terangkat ketika Presiden Joko Widodo dengan didampingi Manteri Kesehatan Terawan Agus Putranto  secara resmi virus corona yang awalnya muncul dari China resmi menyusup ke Indonesia. 

Selama kurun waktu lima bulan ini  penyebaran Covid-19 terus bertambah sehingga urutan Indonesia juga terus naik di Asia dan dunia  dalam peringkat negara terbanyak terpapar virus ganas yang awalnya muncul di Wuhan, China. 

Minggu (2/8/2020), situs worldometers, mencatat peringkat Indonesia naik satu tingkat ke posisi tujuh Asia dan 23 dunia menggeser Qatar. Indonesia melewati Qatar setelah mencatat penambahan 1.519 kasus baru sehingga jumlah total positif mencapai 111.455 orang. Sedangkan Qatar mencatat 111.107 kasus positif setelah hanya menabah 196 kasus baru. 

Di kawasan Asia, bila penambahan kasus baru tetap tinggi maka Indonesia bisa menyamai atau bahkan posisi Irak yang berada di urutan enam dengan 129.151 positif. Untuk dunia, Indonesia mendekati Kanada yang berada di urutan 22 dengan 116.599 terpapar. 

Negara di atas Indonesia di Asia ditempati India dengan 1.780.268 positif lewat penambahan  28.349 kasus baru, Iran 309.437 (+2,685), Pakistan 279.698       (+552), Arab Saudi 278.835 (+1.357),  Bangladesh 240.746 (+886) dan Irak 129.151 (+2.447). Sedangkan posisi lima besar dunia diisi oleh Amerika Serikat  4.774.551         (+10.233), Brasil  2.708.876  (tanpa melapor kasus baru) , India,  Rusia 850.870           (+5.427) dan Afrika Selatan 503.290 (nihil). 

Lain lagi di kawasan Asia Tenggara. Memang Indonesia masih yang teratas dalam jumlah positif namun untuk penambahan kasus baru terbaru Filipina mencatat yang terbanyak dengan 5.032 orang. Filipina tetap membayangi Indonesia di posisi kedua dengan total 103.185        positif. Setelah itu Singapura  52.825 (+313), Malaysia 8.999 (+14), Thailand 3.317 (+5), Vietnam 620 (+30), Myanmar 353 (0), Kamboja 240 (+1), Brunei 141 (0), Timor Leste 24 (0) dan Laos 20 (0). 

Luntur dan luluhlah kearoganan yang sebelum tanggal 2 Maret 2020 dengan lantang meremehkan dan melecehkan Covid-19. Kata-kata virus corona tidak akan bisa masuk Indonesia, kalau masuk diberi nasi kucing, Covid-19 takut udara panas, langsung terbang melayang. Bak bumerang menyerang balik menghadirkan kegagapan dan bahkan kekalapan petinggi negeri. 

Sudah tertampar bukan tambah sadar. Justru makin kalut. Tiada garis komando yang pasti. Dalam menghadapi bahaya laten virus yang tidak kasat mata ini semua tampil menjadi komandan dari sudut keegoan masing-masing. Sedangkan petinggi yang lebih pantas bertanggungjawab justru bersembunyi tanpa kata-kata.   

Pemberi komando tiada berdaya. Sampai larut ikut bermain kepada urusan pembagian sembako. Terjebak pula pada adu gengsi dan citra bernapaskan permainan berbau politik. Covid-19 mejadi gorengan persaingan politik yang menjebak saling ganjal kebijakan. 

Bukan menghadirkan pemikiran dan langkah besar yang berdampak pada langkah nyata dan tepat untuk percepatan penanganan Covid-19. Tidak mengherankan bila saat kalut tentu emosi yang muncul. Marah melihat keadaan dan kenyataan yang makin parah kondisi di lapangan. 

Kemarahan yang tidak menghasilkan apa-apa secara nyata. Hanya ada kebijakan mengganti istilah pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi suspek. Kemudian perubahan nama dari gugus tugas menjadi satuan tugas seiring dengan dibentuknya tim baru yang diakui atau tidak lebih menitik beratkan pada urusan ekonomi dari pada keselematan nyata rakyat dari kejaran Covid-19. 

Saat vaksin belum ditemukan berbagai obat ditampilkan. Bahkan para wakil rakyat yang harusnya memperhatikan nasib rakyatnya justru ikut berburu obat herbal dari negeri seberang. Namun semua itu hanya tawaran kosong. Sampai saat ini tidak ada yang terbukti mempan menahan Covid-19. 

Ketika semua masih belum serba jelas dan terukur, muncul kebijakan untuk menerapkan new normal. Langkah yang hanya gagah dalam istilah kebiasaan normal baru tetapi pada dasarnya juga coba-coba. Mulailah ada pelonggaran untuk kepentingan ekonomi. Jawabannya penambahan kasus baru makin tinggi dan jumlah positif makin bertambah. 

Saat pergantian nama gugus menjadi satgas tiba-tiba saja digelontorkan kabar kehadiran vaksin dari China. Kemudian upaya mencari lagi dari Inggris dan Korea Selatan. Namun itu masih masih vaksin mentah yang masih membutuhkan uji lanjutan di Indonesia. Jadilah rakyat Indonesia sebagai ajang uji coba untuk tidak menyebut kelinci percobaan bagi keampuhan produksi bangsa dan negara asing. 

Rakyat bukan hanya terpapar oleh Covid-19. Tetapi juga terpapar oleh kebijakan yang serba coba dan salah. Kondisi yang berbahaya karena bisa makin meningkatkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.   

Jadi tidak mengherankan bila lima bulan berlalu tanpa kemajuan signifikan. Lima bulan yang sia-sia. Kurun waktu yang justru kini membawa kondisi pada maju kena mundur kena. *** 

·         Gungde Ariwangsa SH – wartawan suarakarya.id, pemegang Kartu UKW Utama, Ketua Siwo PWI Pusat

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG LEBIH LAMA