Rabu, 16 Mei 2018

Perangi Teroris Perangi Diri

Oleh: Gungde Ariwangsa SH
 
Banyak yang bersuara gagah bak pahlawan dalam membasmi teroris. Ada yang mengecam, mengutuk dan menggertak memerangi terorisme sampai ke akar-akarnya. Bahkan seperti paduan suara ada yang kompak bersuara agar Rancangan Undang Undang Anti Terorisme segera diundangkan menjadi undang-undang.


Begitulah reaksi reaktif dalam menyikapi tragedi berdarah-darah dan menelan korban jiwa akibat aksi beruntun serangan teroris yang kembali mengguncang Indonesia. Mulai dari kasus penyanderaan oleh napi teroris di Markas Komando Brimob di Depok, Jawa Barat sampai serangan bom bunuh diri pada tiga gereja dan rumah susun di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur.

Kita semua tentu sepakat, aksi kekerasan apalagi yang sampai mengorbankan nyawa, tidak bisa dibiarkan. Pelakunya sudah seharusnya diberi ganjaran hukum yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Seganas apa pun dan sekejam apa pun serta sebiadab apa pun kelakuan orang atau kelompok itu harus tetap ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tidaklah bisa ditanggapi dengan aksi yang melenceng dari koridor hukum. Bila tindakan yang diambil apalagi oleh aparat negara tidak sesuai dengan ketentuan hukum maka yang terjadi justru balas dendam dan barbar. Haruskah aparat hukum berlaku barbar? Tentu tidak walau sepedih, sesakit apa pun dampak yang diakibat keganasan orang dan kelompok teroris itu, karena Indonesia merupakan negara hukum.

Kekejaman aksi teroris itu jangan sampai membuat para petinggi, apalagi pemimpin negeri ini, seperti kebakaran jenggot. Akan bijaksana bila semua tetap memberikan keteduhan dan ketenangan dalam bersuara dan bertindak. Tetap sesuai dengan alur ketentuan hukum yang sudah disepakati dan berlaku di negeri ini.

Yang lebih penting lagi, suara dan tindakan itu sesuai dengan porsinya. Dengan demikian apa yang diucapkan dan dilakukan akan lebih mengena dalam menangani kasus penanganan teroris yang kini sudah menjadi bahaya laten di negeri ini. Bila tidak maka ucapan dan tindakan para petinggi itu akan menjadi contoh yang tidak mendidik bagi rakyat.

Diantara kegaduhan komentar menanggapi aksi teroris beruntun akhir-akhir ini semuanya perlu menjaga diri. Jangan sampai membuat suasana makin genting apalagi keruh. Dalam kondisi kehidupan yang makin sulit terutama lagi dalam tahun politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 dan pemilihan umum 2019, semua bisa memberikan ketenangan. Bukan justru menjadi tukang gendang.

Lebih tepat kiranya bila kita berkaca diri. Jangan-jangan dalam menjalan tugas dan melakoni kehidupan ini tindakan kita sebenarnya lebih kejam dari para teroris. Namun tindakan kita itu tidak sampai menuntut korban jiwa seketika namun justru membuat kehancuran secara perlahan-lahan negeri ini. Korbannya bukan hanya puluhan dan ratusan jiwa namun seluruh rakyat.

Tindakan itu bisa saja berupa mempermainkan hukum demi keuntungan sendiri dan kelompok. Juga mencuri uang negara, korupsi secara pribadi atau pun berjamaah dengan keluarga atau kelompok. Bahkan lebih gawat lagi menggadaikan atau menjual kekayaan negara ini untuk kepentingan tertentu.

Hal itu tentu lebih kejam dari terorisme. Hanya saja tidak menuntut korban langsung tetapi membuat rakyat negeri ini mati secara perlahan-lahan. Berbahaya bila penghancur negara ini justru lantang mengomentari aksi terorisme.. Makanya berkaca dulu sebelum bicara. Perangi diri dulu baru perangi teroris. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG LEBIH LAMA