Jumat, 05 Maret 2021

Demokrat Itu Pecah Sudah

 


Oleh: Gungde Ariwangsa SH

Partai Demokrat (PD) ibarat istana pasir. Cepat dibangun dan melejit namun mudah digoyang bahkan dihancurkan.  Ini menyusul pecahnya partai pengusung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu setelah Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumut, Jumat (5/3/2021), menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum. Sementara kubu lainnya tetap bersiteguh mempertahakan  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum PD yang sah. 

Partai penganut (pengkut) demokrasi (arti dari demokrat) itu berdiri 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003.  PD langsung melejit dalam percaturan politik Indonesia. Bukan saja hadir namun mampu mengusung dan mengangkat SBY sebagai Presiden RI masa bakti 2004 – 2009 mengungguli favorit kuat dan petahana Megawati Soekranoputri dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) yang saat itu tengah berjaya.  Bahkan mampu melanggengkan posisi SBY sebagai orang nomor satu di Indonesia untuk masa bakti periode kedua 2009 – 2014. 

Namun setelah SBY lengser, PD mulai goyang. Setelah sempat ternoda oleh kasus korupsi oleh para kader pilihannya, PD seperti menyurut. Naiknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra SBY, menjadi Ketua Umum, membuat PD makin terbuka untuk diseruduk dan diterkam. Munculah kegelisahan di tubuh PD ketika secara tiba-tiba AHY melontarkan partainya akan dikudeta. 

Bahkan tudingan kudeta itu menyerempet figur yang dekat dengan Istana Presiden Joko Widodo. Kekuatan ini didukung oleh kader senior PD. Para tokoh di seputar Istana yang merasa dibidik AHY seperti Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD angkat bicara menepikan tudingan AHY itu.   

Perjalanan waktu akhirnya mengarah kepada penyelenggaraan KLB PD di Deli Serdang, Sumut, yang menobatkan Moeldoko sebagai Ketua Umum PD. Keputusan menetapkan mantan Panglima TNI di masa kepemimpinan SBY itu sebagai Ketum PD disampaikan oleh pimpinan sidang Jhoni Allen Marbun di The Hill Hotel and Resort, Deli Serdang. Melalui telepon Moeldoko yang tidak hadir dalam pemilihan itu menyatakan menerima dan bersedia menjadi Ketum PD versi KLB. 

Keputusan memilih Moeldoko dan kesediaan Jenderal TNI (Purn) itu menerima jabatan Ketum PD 2021 – 2025  bukan saja menampar namun juga memukul telak PD pimpinan AHY. Dalam konprensi pers menyikapi hasil KLB itu AHY menyebut upaya kudeta terhadap dirinya kini telah terbukti dengan sendirinya. AHY menegaskan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat abal-abal. 

AHY menganggap dirinya sebagai Ketum PD yang sah! Dia menilai KLB dilakukan secara ilegal, inkonstitusional, oleh sejumlah kader, mantan kader yang juga bersekongkol dan berkomplot dengan kader eksternal.  Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak mengesahkan KLB yang disebutnya ilegal dan jelas melawan hukum itu.

AHY mengaku sudah menyiapkan tim hukum. Pihaknya akan melaporkan siapa pun yang terlibat dalam KLB tersebut. "Kami berikhtiar, berjuang untuk mempertahankan kedaulatan sekaligus mencari keadilan," katanya seperti dilansir detik.com, sambil meminta seluruh masyarakat mendoakan upayanya  untuk terus berjuang dan menjaga demokrasi Indonesia. 

Pecah sudah PD. Bertambah lagi partai yang terpecah belah selama reformasi bergulir di Indonesia. Sebelumnya tercatat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pecah sebelum menyatu di bawah pimpinan Muhaimin Iskandar. Partai Golkar pecah antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono sebelum akhirnya muncul Airlangga Hartarto menyatukan partai berlambang pohon beringin itu. Terbelah juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura. 

Pada era reformasi ini, seperti dilansir jurnal.dpr.go.id, partai politik mengalami konflik internal. Faktor yang menyebabkan konflik internal tersebut, antara lain, pilihan koalisi dan oposisi. Kecenderungan yang muncul, partai-partai politik terlibat dalam konflik internal, sebagian memunculkan perpecahan yang berujung pada lahirnya partai-partai baru dan sebagian lagi melahirkan kepengurusan ganda. 

Kerap munculnya konflik internal partai-partai politik tersebut memperlihatkan betapa lemahnya kohesivitas di tubuh partai-partai politik. Konflik internal pada partai-partai politik juga menandakan betapa minimnya pelembagaan di tubuh partai dalam mengatasi konflik untuk menuju konsensus. Kecenderungan konflik internal bukan disebabkan perbedaan visi-misi, platform dan ideologi partai, tetapi cenderung disebabkan oleh pragmatisme atas pilihan koalisi partai politik dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden dan/atau pemerintahan serta kepentingan kekuasaan. 

Melihat kasus PD tentu ada kepentingan internal dan eksternal yang menunjang. Internal ada pada kader senior PD yang terpinggirkan bahkan dipecat dari partai. Eksternal bisa muncul karena kepentingan jangka pendek dari kekuasaan karena PD bukan termasuk partai koalisi rezim berkuasa. Terbuka juga kepentingan kekuasaan untuk persiapan menghadapi Pemilihan Presiden 2024. Kancah yang akan seru dan ketat karena Jokowi sudah dua periode menjabat presiden. 

Akankah PD redup, hilang dan menjelma menjadi partai wajah baru? Seperti yang pernah menimpa Partai Demokrasi Indonesia yang kini menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).  Dari sini bisa  muncul faktor lain kenapa PD terpecah. 

Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Kiprah PD saat muncul dan menggebrak dengan sukses mengantar SBY menjadi presiden dua periode telah mengubah secara drastis peta kekuatan perpolitikan di Indonesia. Dan juga mengganjal tokoh yang kuat, favorit dan berkuasa. *** 

·         Gungde Ariwangsa SH – wartawan suarakarya.id, pemegang kartu UKW Utama, Ketua Siwo PWI Pusat, E-mail: aagwaa@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG LEBIH LAMA